Faktor Hukum Dalam Keperawatan
Aspek Hukum dalam Keperawatan - “Hukum Kedokteran”, atau “Hukum Medik” selaku terjemahan dari “Medical Law” atau juga ada yang menyebutnya “Hukum Kesehatan” atau “Health Law” atau “Gezondheiddsrecht”. Hukum medik atau hukumkedokteran di beberapa negara telah meningkat sejalan denganperkembangan peradaban manusia. Namun orientasi perkembangannyaberanjak dari pangkal tolak yang tidak sama dalam menatap maksuddan tujuan aturan dalam menyelesaikan dilema-masalah yang muncul. Terdapat beberapa aspek hukum dalam pelayanan kesehatan diIndonesia. Pelayanan kesehatan di Indonesia bersifat komprehensif sebab disusun oleh beberapa aspek aturan.
Pengertian Hukum Kesehatan
Hukum Kesehatan Indonesia ialah semua ketentuan hukum yang bekerjasama eksklusif dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapannya. Hal ini menyangkut hak dan keharusan baik dari individual dan segenap lapisan penduduk sebagai akseptor pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya, organisasi, sarana, pedoman persyaratan pelayanan medik, ilmu wawasan kesehatan dan aturan serta sumber-sumber aturan yang lain.
Pengertian Hukum Keperawatan
Hukum keperawatan yakni bab hukum kesehatan yang menyangkut pelayanan keperawatan. Hukum keperawatan ialah bidang pengetahuan perihal peraturan dan ketentuan hukum yang menertibkan pelayanan keperawatan terhadap masyarakat.
Tujuan Hukum Kesehatan dan Keperawatan
Tujuan aturan pada pada dasarnya ialah membuat tatanan masyarakat yang tertib, membuat ketertiban dan keseimbangan serta memajukan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang supaya terwujud derajat kesehatan masyarakat yang maksimal.
Para perawat mesti mengenali dan mengetahui berbagai konsep hukum yang berhubungan dengan praktik keperawatan karena mereka mempunyai akontabilitas kepada keputusan dan langkah-langkah professional yang mereka lakukan.
Secara lazim terdapat 2 alasan kepada pentingnya para perawat tahu tentang aturan yang mengontrol praktiknya.
Alasan pertama, untuk menawarkan kepastian bahwa keputusan dan langkah-langkah perawat yang dilakukan konsisten dengan prinsip-prinsip hukum.
Kedua, untuk melindungi perawat dari liabilitas.
Hukum mempunyai beberapa fungsi bagi keperawatan:
- Hukum memperlihatkan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang cocok dengan aturan.
- Kerangka untuk memilih langkah-langkah keperawatan tersebut (no. 1) membedakan tanggung jawab perawat dengan tanggung jawab profesi lainnya.
- Membantu menentukan batasan kewenangan tindakan keperawatan mampu berdiri diatas kaki sendiri.
- Membantu dalam menjaga kriteria praktik keperawatan dengan meletakkan posisi perawat mempunyai akuntabilitas di bawah aturan.
Tata Hukum Kesehatan dan Hukum Keperawatan di Indonesia
Tata hukum adalah menata, mengatur tertib kehidupan masyarakat di Indonesia. Tata aturan kesehatan tidak hanya bersumber pada aturan tertulis saja namun juga yurisprudensi, traktat, konvensi, doktrin, konsensus dan usulan para andal hukum maupun kedokteran.
Hukum tertulis, traktat, konvensi atau yurisprudensi, mempunyai kekuatan mengikat (the binding authority), namun kepercayaan, konsensus atau usulan para hebat tidak memiliki kekuatan mengikat, namun dapat dijadikan pertimbangan oleh hakim dalam melaksanakan kewenangannya, adalah mendapatkan aturan baru.
Sumber Hukum Kesehatan dan Hukum Keperawatan di Indonesia
Sumber aturan mampu menjadi 2, yaitu sumber hukum materiil dan formal.
Sumber hukum materiil, yaitu aspek-aspek yang turut menentukan isi hukum. Misalnya, relasi sosial/kemasyarakatan, kondisi atau struktur ekonomi, relasi kekuatan politik, persepsi keagamaan, kesusilaan dsb.
Sumber aturan formal, ialah daerah atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan aturan; menyaksikan sumber hukum dari sisi bentuknya. Yang termasuk sumber hukum formal, yakni: Undang-undang (UUD 1945, Tap MPR, UU/Peraturan Pengganti UU, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri/Instruksi Menteri, dan Peraturan Pelaksanaan lain), Kebiasaan, Yurisprudensi (keputusan hakim atau keputusan pengadilan terhadap sebuah masalah tertentu). Traktat (Perjanjian antar negara); Perjanjian, dan Doktrin.
Sumber Hukum keperawatan adalah UU No. 12 tahun 2002 ihwal layanan pelanggan , Undang – undang no 36 tahun 2009 perihal kesehatan, UU no 36 tahun 2014 perihal tenaga kesehatan, UU no. 38 tahun 2014 ihwal Keperawatan.
Langkah-Langkah Pembuatan Kebijakan
Dalam membuat kebijakan ada dua cara yang umumnya dipakai yaitu musyawarah dan otonomi. Berikut dijelaskan kedua pengertian tersebut.
1. Musyawarah
Musyawarah adalah melibatkan pihak terkait dengan kebijakan yang mau dibentuk, saling menyepakati faktor-faktor yang berhubungan dengan kebijakan, teladan: kebijakan perihal penerapan proses keperawatan di rumah sakit, selain organisasi profesi, dilibatkan juga komponen-unsur terkait dari rumah sakit yang mau menerapkan kebijakan tersebut.
- Mengidentifikasi duduk perkara yang terkait dengan penentuan kebijakan
- Menyepakati tujuan dari kebijakan yang akan ditentukan
- Menentukan kebijakan yang hendak dibuat
- Menilai kelemahan dan kekuatan yang dapat mendukung kebijakan tersebut
- Menilai keuntungan dan kerugian jika kebijakan tersebut diterapkan
- Membuat keputusan bersama perihal penerapan kebijakan tersebut
- Mensosialisasikan kebijakan kepada pihak terkait
- Menerapkan kebijakan
- Menilai kebijakan
2. Otonomi
Otonomi dibuat oleh yang berkepentingan saja atau yang memiliki kekuasaan/kewenangan memutuskan kebijakan tersebut, tidak melibatkan atau meminta janji dari pihak lain dalam prosesnya setelah kebijakan tersebut ditetapkan, baru disosialisasikan.
Langkah-langkah dalam melaksanakan otonomi yakni: kenali masalah, memilih masalah, memilih tujuan, menetapkan kebijakan, sosialisasi kebijakan, menerapkan kebijakan, enilai kebijakan yang sudah dipraktekkan.
Penerapan Kebijakan
Setelah kebijakan disepakati, berikutnya ditetapkan dengan surat keputusan oleh pejabat yang berwenang, sehabis itu mulai diterapkan pada pihak-pihak terkait. Pihak yang berwenang harus memonitor secara terus menerus penerapan kebijakan di lapangan, sehingga akan diketahui sedini mungkin apabila timbul dilema,dan dapat segera dicari upaya penanggulangannya.
Peran Perawat Dalam Proses Pembuatan Kebijakan
Kebijakan yang melibatkan perawat dari awal sampai ditetapkannya kebijakan, salah satunya yaitu penerapan proses keperawatan, kebijakan ini pada mulanya banyak mendatangkan protes dari perawat pelaksana yang langsung selaku pengguna kebijakan tersebut. Setelah dirasakan keuntungannya, utamanya oleh pasien, maka dikala ini hampir semua institusi pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit, menerapkan proses keperawatan tersebut.
Peran perawat dalam proses pengerjaan kebijakan tersebut yaitu sebagai berikut:
- Memberikan masukan perihal permasalahan yang ada di tatanan pelayanan kesehatan, yang memerlukan pembaharuan atau pengembangan.
- Memberikan komitmen atau kesepakatan tentang kebijakan yang mau dipraktekkan
- Menerapkan kebijakan dengan sarat tanggungjawab dan mampu dipertanggungjawabkan
- Melakukan penilaian
- Memberikan umpan balik kepada pembuat kebijakan
Aspek-faktor aturan terkaitpelayanan kesehatan
A. Aspek Hukum Tata Negara
Untuk mencapai tujuan nasional, diselenggarakanlahupayapembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suaturangkaianpembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu.Termasukdi antaranyapembangunan kesehatan secara lazim dan menyediakanpelayanan kesehatan secara khusus.Pembinaan dan pengembanganhukum di bidang kesehatan, bertujuan untuk membuat ketertiban dankepastian hukum dan memperlancar pembangunan di bidangkesehatan.Pembinaan dan pengembangan hukum di Indonesia dilakukanmelalui peraturan perundang-seruan.Peraturan perundang-undanganyang dikehendaki itu pastinya peraturan yang mampu menjamin danmelindungi penduduk dalam menemukan pelayanan kesehatan.
Pembangunan pelayanan kesehatan bersifat komprehensif danstruktural. Hal tersebut dilakukan lewat isntrumen aturan yang sesuaidengan cara pembentuan, jenis dan hierarki peraturan perundang-seruan. Pasal 1 angka 1 undang-undang no.12 tahun 2011 tentangpembentukan peraturan perundang-permintaan menyebutkan bahwapembentukan Peraturan Perundang-permintaan adalahpembuatanPeraturan Perundang-seruan yang meliputi tahapanperencanaan,penyusunan, pembahasan, pengukuhan atau penetapan,danpengundangan.
Pasal 7 undang-undang no.12 tahun 2011 wacana pembentukanperaturan perundang-seruan menyebutkan bahwa hierarki peraturanperundang-ajakan antara lain :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. perda Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 8 undang-undang no.12 tahun 2011 tentang pembentukanperaturan perundang-ajakan menyebutkan bahwa :
“jenis Peraturan Perundang-permintaan selain sebagaimanadimaksud dalamPasal 7 ayat (1) meliputi peraturan yangditetapkan oleh MajelisPermusyawaratan Rakyat, DewanPerwakilan Rakyat, Dewan PerwakilanDaerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan PemeriksaKeuangan,Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, forum,ataukomisi yang setingkat yang dibuat dengan Undang-Undang atauPemerintah atas perintah Undang-Undang, DewanPerwakilan RakyatDaerah Provinsi, Gubernur, DewanPerwakilan Rakyat DaerahKabupaten/Kota, Bupati/Walikota,Kepala Desa atau yang setingkat.”
Sebagai misalnya, dalam pelayanan kesehatan di Indonesia secaramendasar dikontrol dalam pasal 28H ayat (1) yang menyebutkan bahwasetiap orang mempunyai hak hidup makmur lahir dan batin, bertempat tinggal, dan menerima lingkungan hidup yang bagus dan sehat sertaberhak memperoleh pelayanan kesehatan. Kemudian, Pasal 34 ayat (3)yang menyebutkan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaanfasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang pantas.
B. Aspek Hukum Lingkungan
Aspek hukum lingkungan dalam pelayanan kesehatan, khususnyabagi penyelenggaraan kesehatan di rumah sakit mampu dilihat dalam pasal8 undang-undang no.44 tahun 2009 ihwal rumah sakit yang berbunyi :
(1) Persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud dalamPasal 7ayat (1) mesti menyanggupi ketentuanmengenai kesehatan,keselamatan lingkungan, dantata ruang, serta sesuaidengan hasil kajiankebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan RumahSakit.(2) Ketentuan tentang kesehatan dankeselamatanlingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat(1)menyangkut Upaya Pemantauan Lingkungan,UpayaPengelolaan Lingkungan dan/atau dengan AnalisisMengenai Dampak Lingkungan dilaksanakansesuaidengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 8 ayat (2) diatas mengacu kepada undang-undang no.32tahun 2009 perihal sumbangan dan pengelolaan lingkungan hidup.Dalam pasal 1 angka 11 disebutkan bahwa :
“Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) ialah kajian mengenaidampak penting suatu usaha dan/ataukegiatanyang dijadwalkan pada lingkungan hidupyangdiperlukan bagi proses pengambilan keputusantentang penyelenggaraan usaha dan/atau acara.“
Sedangkan berdasarkan pasal 1 angka 12, yang dimaksud denganupaya pengelolaan lingkungan hidup dan upayapemantauan lingkunganhidup, yang selanjutnyadisebut UKL-UPL, ialah :
“pengelolaan danpemantauan kepada usaha dan/ataukegiatanyang tidak memiliki efek penting terhadaplingkunganhidup yang dibutuhkan bagi proses pengambilankeputusan wacana penyelenggaraanusahadan/atau acara.”
C. Aspek Hukum Administrasi
Aspek hukum administrasi kepada pelayanan kesehatan terdapatdalam beberapa undang-undang yang bersifat sektoral. Dalam pasal 23ayat (3) Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatanmenyebutkan bahwa dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan,tenaga kesehatan wajib mempunyai izin dari pemerintah. Kemudian dalampasal 34 ayat (2) undang-undang yang serupa menyebutkan bahwapenyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dihentikan memperkerjakantenaga kesehatan yang tidak memiliki kualifikasi dan izin melaksanakan pekerjaan profesi. Izin tersebut juga berlaku bagi pelayanan kesehatantradisional sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 ayat (1) Undang-Undang No.36 Tahun 2009 perihal Kesehatan.Sanksi administratif dapat dikenakan kepada tenaga kesehatan danfasilitas pelayanan kesehatan yang diduga melanggar ketentuan dalamundang-undang no.36 tahun 2009 tentang kesehatan.Sanksi administratif tersebut tertulis dalam pasal 188 ayat (3) berupa peringatan secara tertulis pencabutan izin sementara dan/atau izin tetap. Terhadap korporasi, selainpencabutan izin perjuangan maka akan dikenai pencabutan status badanhukum sesuai dalam pasal201 ayat (2) undang-undang no.36 tahun 2009tentang kesehatan.
D. Aspek Hukum Perdata
Aspek aturan perdata dalam pelayanan kesehatan antara tenagakesehatan dan pasien mampu dilihat dalam sebuah transaksi terapeutik yangdibuat oleh kedua belah pihak.Adapun yang dimaksud dengan transaksiterapeutik yaitu transaksi (kesepakatanatau verbintenis) untukmenentukan mencari terapi yang paling tepat bagi pasien olehdokter.
Transaksi secara umum dikontrol dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Het Burgerlijk Wetboek) yang berikutnya disebutsebagai KUHPerdata, yang untuk berlakunya secara sah transaksitersebut secara biasa mesti memenuhi 4 (empat) syarat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:
(1) Kata sepakat dari mereka yang mengikatkan dirinya (toestemingvan degene die zich verbinden);
(2) Kecakapan untuk menciptakan sebuah perikatan (bekwaamheid om enverbindtenis aan te gaan);
(3) Mengenai sebuah hal tertentu (een bepaald onderwerp);
(4) Karena suatu alasannya yang halal (een geoorloofde oorzaak).
Dalam transaksi terapeutik tersebut kedua belah pihak harusmemenuhi syarat-syarat tersebut di atas, dan jikalau transaksi sudah terjadimaka kedua belah pihak dibebani dengan hak dan kewajiban yang harusdipenuhi.Seperti yang disebutkan dalam pasal
1338 KUHPerdata yangberbunyi :
“Semua kesepakatanyang dibuat secara sah berlaku sebagaiundang-undang bagi mereka yang menjadikannya.Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakatkedua belah pihak, atau alasannya adalah argumentasi-argumentasi yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.Suatu perjanjianharus dilakukan dengan itikad baik.”
Pada dasarnya relasi dokter-pasien dalam tansaksi terapeutikitu bertumpu pada dua macam hak asasi, yaitu hak untuk menentukannasib sendiri (the right to self-determination) dan hak atas gosip (theright to be informed). Antara dokter dan pasien timbul hak dan kewajibantimbal balik. Apabila hak dan kewajiban ini tidak dipenuhi oleh salah satupihak dalam transaksi terapeutik, maka wajarlah bila pihak yang lainterutama pihak yang merasa dirugikan akan menggugat.
Posting Komentar untuk "Faktor Hukum Dalam Keperawatan"